BAB IV
PRINSIP –
PRINSIP KOMUNIKASI
PENDAHULUAN
Komunikasi
adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan antara dua pihak atau lebih untuk
mencapai pemahaman bersama. Dalam dunia yang terus berkembang, kemampuan untuk
berkomunikasi dengan efektif menjadi sangat penting, baik dalam kehidupan
pribadi, sosial, maupun profesional. Komunikasi yang efektif tidak hanya
mengandalkan pengiriman pesan, tetapi juga mencakup pemahaman, interpretasi,
dan respons dari penerima pesan. Oleh karena itu, penting untuk memahami
prinsip-prinsip dasar komunikasi agar dapat menyampaikan pesan secara jelas dan
menghindari terjadinya distorsi informasi.
Prinsip-prinsip komunikasi berfungsi sebagai
panduan yang membantu individu atau kelompok dalam menyampaikan pesan dengan
cara yang lebih efisien dan efektif. Beberapa prinsip utama yang sering dibahas
dalam teori komunikasi antara lain adalah kejelasan (clarity), konsistensi
(consistency), keterbukaan (openness), empati (empathy), serta feedback (umpan
balik). Setiap prinsip memiliki peran penting dalam memastikan pesan yang
disampaikan dipahami dengan baik oleh penerima dan dapat membangun hubungan yang
lebih kuat antar pihak yang terlibat.
Salah satu prinsip yang paling mendasar adalah kejelasan
(clarity). Kejelasan merujuk pada kemampuan pengirim
pesan untuk menyampaikan informasi dengan cara yang mudah dimengerti oleh
penerima pesan. Menurut Berlo (1960), kejelasan dalam komunikasi dapat dicapai
dengan menggunakan kata-kata yang sederhana, menghindari istilah yang ambigu,
serta mengorganisasi informasi dengan cara yang terstruktur. Kejelasan sangat
penting terutama dalam komunikasi bisnis dan organisasi, di mana informasi yang
tidak jelas dapat menyebabkan kebingunguan dan menghambat pengambilan keputusan
yang tepat.
Selain itu, prinsip konsistensi juga
memegang peranan penting dalam komunikasi. Grice (1975) mengemukakan bahwa
komunikasi yang efektif memerlukan konsistensi antara apa yang dikatakan dan
apa yang dilakukan oleh pengirim pesan. Ketidakselarasan antara kata-kata dan
tindakan bisa merusak kepercayaan dan menciptakan ketidakpastian di kalangan
penerima pesan. Konsistensi juga mencakup kesesuaian pesan yang disampaikan
dalam berbagai saluran komunikasi, baik verbal maupun non-verbal. Dalam konteks
organisasi, konsistensi ini berperan dalam menciptakan citra dan reputasi yang
solid.
Keterbukaan (openness) adalah
prinsip komunikasi lain yang tidak kalah pentingnya. Prinsip ini mendorong
transparansi dan kejujuran dalam komunikasi, sehingga penerima pesan merasa
dihargai dan lebih percaya pada informasi yang diberikan. Schramm (1971)
berpendapat bahwa keterbukaan dalam komunikasi memungkinkan pertukaran
informasi yang lebih jujur dan dapat memperkuat hubungan antar individu. Dalam
organisasi, keterbukaan ini mendukung penciptaan lingkungan kerja yang sehat
dan kolaboratif, di mana informasi disampaikan dengan jelas dan tanpa adanya
penutupan atau penyembunyian fakta.
Prinsip empati juga memegang peranan penting
dalam komunikasi yang efektif. Empati mengacu pada kemampuan untuk memahami
perasaan dan sudut pandang orang lain, yang memungkinkan pengirim pesan untuk
menyampaikan pesan dengan cara yang lebih sensitif dan sesuai dengan keadaan
emosional penerima. Argyle (1975) menyatakan bahwa komunikasi yang empatik
mampu membangun hubungan interpersonal yang lebih baik dan menciptakan suasana
yang lebih terbuka. Dalam dunia profesional, empati sangat penting dalam
membangun kepercayaan antara rekan kerja, manajer, dan anggota tim.
PENGERTIAN KOMUNIKASI
Komunikasi merupakan proses yang penting dalam
kehidupan manusia, di mana individu atau kelompok mengirimkan dan menerima
informasi untuk menciptakan pemahaman bersama. Secara umum, komunikasi dapat
diartikan sebagai sebuah pertukaran pesan melalui berbagai saluran, baik verbal
maupun non-verbal, yang bertujuan untuk membangun hubungan dan menyampaikan
informasi. Berlo (1960) dalam bukunya The
Process of Communication mendefinisikan komunikasi sebagai sebuah proses
di mana informasi, ide, atau pesan dipertukarkan antara pengirim dan penerima
dengan melalui media tertentu. Dalam konteks ini, pengiriman dan penerimaan
pesan yang tepat sangat penting untuk memastikan bahwa informasi dapat dipahami
dengan benar.
Menurut Grice (1975), komunikasi juga tidak hanya
melibatkan pengiriman pesan, tetapi juga bagaimana pesan tersebut dipahami oleh
penerima. Hal ini menjelaskan bahwa komunikasi lebih dari sekadar menyampaikan
informasi; ia juga mencakup interaksi sosial, di mana kedua pihak terlibat
dalam pemahaman bersama. Oleh karena itu, komunikasi tidak hanya terbatas pada
kata-kata yang digunakan, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti
konteks, hubungan antara individu, dan latar belakang budaya yang dapat mempengaruhi
cara pesan diterima dan dipahami.
Komunikasi juga mencakup berbagai bentuk, mulai
dari komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok, hingga komunikasi massa.
Schramm (1971) menekankan bahwa komunikasi adalah proses yang dinamis dan
berlangsung terus-menerus, serta sangat dipengaruhi oleh konteks sosial dan
budaya. Proses komunikasi ini melibatkan saluran atau media yang digunakan
untuk menyampaikan pesan, serta adanya feedback atau umpan balik yang
mengindikasikan apakah pesan yang disampaikan telah dipahami dengan baik atau
tidak. Dalam komunikasi organisasi, feedback sangat penting untuk memastikan
adanya perbaikan dalam alur komunikasi.
Secara umum, komunikasi bertujuan untuk
menciptakan pemahaman yang lebih baik antar individu dan kelompok. Hal ini
dapat dilihat dalam berbagai aspek kehidupan, baik itu dalam hubungan pribadi,
organisasi, pendidikan, hingga komunikasi bisnis. Tanpa adanya komunikasi yang
efektif, tujuan yang ingin dicapai bisa saja tidak tercapai, dan dapat terjadi
kesalahpahaman yang merugikan pihak-pihak yang terlibat.
PRINSIP-PRINSIP KOMUNIKASI
Prinsip Kejelasan (Clarity)
dalam komunikasi merujuk pada kemampuan pengirim pesan untuk menyampaikan
informasi dengan cara yang mudah dimengerti oleh penerima. Kejelasan sangat
penting untuk memastikan bahwa pesan yang disampaikan tidak menyebabkan
kebingunguan atau kesalahpahaman. Dalam konteks ini, pengirim pesan perlu
menggunakan bahasa yang sederhana, terstruktur, dan sesuai dengan kemampuan
serta pemahaman penerima. Berlo (1960) dalam bukunya The Process of Communication menyatakan bahwa untuk mencapai
komunikasi yang efektif, pengirim pesan harus menghindari penggunaan istilah
yang ambigu atau teknis yang mungkin tidak dipahami oleh penerima. Penyampaian
pesan dengan jelas akan mengurangi distorsi informasi yang sering terjadi dalam
proses komunikasi.
Grice (1975)
menekankan pentingnya prinsip relevansi dan kesesuaian pesan dalam komunikasi,
yang berkaitan erat dengan kejelasan. Pengirim pesan harus memastikan bahwa apa
yang disampaikan relevan dengan konteks komunikasi dan mudah dipahami oleh
penerima. Dalam hal ini, pesan yang jelas adalah pesan yang langsung, tidak
bertele-tele, dan mudah dipahami tanpa membutuhkan interpretasi yang kompleks.
Grice menambahkan bahwa dalam percakapan, kejelasan membantu menjaga agar
percakapan tetap mengalir dan tidak menyebabkan kebingunguan antar pihak yang
terlibat.
Kejelasan juga berkaitan erat dengan struktur
pesan. Berlo (1960) menjelaskan bahwa pesan yang disampaikan dengan jelas harus
memiliki struktur yang terorganisir dengan baik. Penggunaan kalimat yang
terstruktur dan mudah diikuti akan membantu penerima memahami pesan tanpa harus
menebak-nebak maknanya. Pesan yang terorganisir dengan baik biasanya dimulai
dengan pengenalan masalah atau topik, diikuti dengan informasi utama, dan
ditutup dengan kesimpulan atau solusi yang jelas.
Selain itu, pemilihan kata yang tepat juga
mempengaruhi tingkat kejelasan pesan. Argyle (1975) berpendapat bahwa bahasa
tubuh dan ekspresi wajah yang tepat juga dapat mendukung penyampaian pesan yang
jelas, terutama dalam komunikasi non-verbal. Misalnya, ketika seseorang
berbicara dengan ekspresi wajah yang sesuai dengan pesan verbal yang
disampaikan, penerima pesan akan lebih mudah memahami niat dan makna yang
dimaksud. Oleh karena itu, kejelasan tidak hanya bergantung pada kata-kata yang
digunakan, tetapi juga pada cara pesan tersebut disampaikan melalui saluran
verbal dan non-verbal.
Prinsip kejelasan ini sangat penting dalam
komunikasi profesional, seperti dalam dunia bisnis atau organisasi, di mana
keputusan sering kali bergantung pada informasi yang jelas dan akurat. Yukl
(2006) dalam bukunya Leadership in
Organizations menyatakan bahwa dalam konteks organisasi, kejelasan dalam
komunikasi dapat mengurangi kebingunguan dan mempercepat proses pengambilan
keputusan. Informasi yang jelas dan langsung memungkinkan anggota tim untuk
memahami tugas dan tanggung jawab mereka dengan lebih baik, yang pada
gilirannya meningkatkan kinerja dan efisiensi organisasi.
Dalam komunikasi tertulis, prinsip kejelasan juga
memainkan peran yang sangat besar. Misalnya, dalam menulis laporan atau email
bisnis, pengirim harus memastikan bahwa pesan yang disampaikan singkat, padat,
dan mudah dipahami oleh penerima. Menurut Guffey dan Loewy (2010), komunikasi
tertulis yang jelas dapat menghindari adanya interpretasi yang salah dan
mempercepat proses komunikasi di dalam organisasi. Kejelasan dalam komunikasi
tertulis juga mempermudah penerima untuk mengambil tindakan berdasarkan informasi
yang diterima.
Prinsip kejelasan dalam komunikasi juga membantu
mengurangi potensi konflik yang bisa muncul akibat kesalahpahaman. Schramm
(1971) menjelaskan bahwa ketidakjelasan dalam komunikasi dapat memicu
kebingunguan yang akhirnya menghasilkan kesalahpahaman dan konflik. Dengan
menjaga agar pesan tetap jelas, komunikasi antar individu atau kelompok menjadi
lebih lancar dan mengurangi potensi terjadinya konflik yang disebabkan oleh
distorsi informasi.
Secara keseluruhan, prinsip kejelasan (clarity)
adalah kunci dalam memastikan komunikasi yang efektif. Tanpa kejelasan,
informasi yang disampaikan akan menjadi kabur dan sulit dipahami, yang pada
akhirnya dapat merusak hubungan antar individu atau kelompok. Oleh karena itu,
sangat penting bagi pengirim pesan untuk memastikan bahwa pesan yang
disampaikan mudah dipahami oleh penerima, baik itu dalam bentuk verbal,
tulisan, maupun komunikasi non-verbal.
Contoh dalam Prinsip Kejelasan (Clarity)
1. Seorang
manajer mengirimkan email kepada timnya dengan instruksi yang sangat jelas dan
terstruktur. Di dalam email tersebut, ia menggunakan bahasa yang sederhana,
tanpa jargon, dan menghindari kalimat yang rumit. Misalnya, alih-alih menulis
“Harap perhatikan segala hal yang berkaitan dengan administrasi yang
diperlukan”, ia menulis “Silakan lengkapi formulir administrasi yang terlampir
dan kirimkan kembali ke saya sebelum hari Jumat.”
2. Seorang
guru memberikan instruksi yang jelas tentang tugas yang harus dikerjakan oleh
muridnya. Misalnya, "Buatlah laporan mengenai topik X, dan pastikan untuk
memasukkan 3 poin utama dalam laporan tersebut: (1) definisi, (2) analisis, dan
(3) kesimpulan."
3. Dalam
rapat perusahaan, CEO menjelaskan tujuan dan strategi perusahaan dengan sangat
jelas. Ia menggunakan grafik dan presentasi untuk menggambarkan angka dan
tujuan yang ingin dicapai, serta memberikan waktu untuk pertanyaan agar semua
pihak yang terlibat dapat memahami apa yang dimaksud.
Prinsip Umpan Balik
(Feedback) dalam komunikasi merujuk pada respons atau reaksi yang diberikan
oleh penerima pesan terhadap informasi atau pesan yang diterima dari pengirim.
Umpan balik ini berfungsi untuk memberi tahu pengirim apakah pesan yang
disampaikan telah diterima dan dipahami dengan benar atau tidak. Menurut
Schramm (1971), umpan balik adalah elemen yang sangat penting dalam proses
komunikasi karena dapat mengonfirmasi apakah pengirim dan penerima pesan berada
pada pemahaman yang sama. Tanpa adanya umpan balik, proses komunikasi menjadi
tidak lengkap karena pengirim tidak dapat mengetahui apakah pesan yang
disampaikan telah dipahami dengan benar atau memerlukan klarifikasi lebih
lanjut.
Umpan balik dalam komunikasi tidak hanya berbentuk
verbal, tetapi juga dapat berupa reaksi non-verbal seperti ekspresi wajah,
bahasa tubuh, atau isyarat fisik lainnya. Argyle (1975) mengungkapkan bahwa
komunikasi non-verbal sering kali memainkan peran yang sangat besar dalam
memberikan umpan balik yang lebih jelas dan langsung. Misalnya, ketika
seseorang menganggukkan kepala atau tersenyum, itu bisa dianggap sebagai umpan
balik positif terhadap pesan yang disampaikan, menunjukkan pemahaman dan
penerimaan terhadap informasi yang diberikan. Oleh karena itu, umpan balik
dalam komunikasi tidak terbatas pada kata-kata yang diucapkan, tetapi juga
mencakup seluruh bentuk komunikasi non-verbal yang dapat membantu pengirim
memahami reaksi penerima.
Prinsip umpan balik juga berhubungan dengan
proses interaksi yang bersifat dua arah, di mana pengirim dan penerima pesan
saling berperan aktif dalam menciptakan komunikasi yang efektif. Grice (1975)
dalam teori percakapannya menekankan bahwa umpan balik adalah bagian integral
dari percakapan yang sukses. Tanpa umpan balik, percakapan menjadi satu arah,
dan penerima pesan tidak dapat memberikan klarifikasi atau pertanyaan atas
pesan yang diterima. Umpan balik yang diberikan oleh penerima dapat membantu pengirim
mengetahui apakah pesan tersebut memerlukan penjelasan lebih lanjut atau jika
ada kesalahpahaman yang perlu diperbaiki.
Dalam konteks organisasi, umpan balik sangat
penting dalam memastikan komunikasi yang efektif dan peningkatan kinerja. Yukl
(2006) dalam bukunya Leadership in
Organizations menyatakan bahwa pemimpin yang efektif harus memberikan
umpan balik yang konstruktif kepada bawahannya untuk mendorong perbaikan dan
pengembangan. Selain itu, pemimpin juga perlu menerima umpan balik dari anggota
tim untuk mengetahui area yang perlu ditingkatkan dalam gaya kepemimpinan
mereka. Umpan balik yang tepat waktu dan jujur dapat membantu memperbaiki
hubungan kerja dan meningkatkan produktivitas tim.
Di sisi lain, umpan balik juga dapat digunakan
sebagai alat untuk memotivasi dan memperbaiki kinerja individu dalam
organisasi. Menurut Guffey dan Loewy (2010), umpan balik yang diberikan dengan
cara yang positif dan membangun dapat meningkatkan rasa percaya diri dan
motivasi karyawan untuk bekerja lebih baik. Dalam komunikasi organisasi,
penting bagi pengirim untuk memberikan umpan balik yang spesifik, jelas, dan
konstruktif agar penerima dapat memahami apa yang perlu diperbaiki dan
bagaimana cara untuk meningkatkan kinerjanya. Hal ini sangat mendukung proses
pengambilan keputusan yang lebih baik dan pengembangan individu di tempat
kerja.
Prinsip umpan balik juga mencakup dua jenis
utama, yaitu umpan balik positif dan umpan balik negatif. Umpan balik positif
mengarah pada penguatan perilaku yang diinginkan, sedangkan umpan balik negatif
bertujuan untuk memperbaiki atau mengubah perilaku yang kurang tepat. Namun,
kedua jenis umpan balik ini perlu disampaikan dengan cara yang tidak merusak
hubungan antar individu. Menurut Berlo (1960), umpan balik yang disampaikan
dengan cara yang empatik dan tidak menghakimi dapat mendorong perubahan perilaku
yang lebih baik tanpa menurunkan motivasi individu.
Secara keseluruhan, prinsip umpan balik adalah
komponen penting dalam menciptakan komunikasi yang efektif. Umpan balik
membantu memperbaiki dan meningkatkan proses komunikasi dengan memastikan bahwa
pesan yang disampaikan dapat diterima dan dipahami dengan benar oleh penerima.
Umpan balik yang konstruktif memungkinkan kedua pihak dalam komunikasi untuk
terus belajar dan berkembang, baik dalam konteks pribadi maupun profesional.
Contoh dalam Prinsip Umpan Balik
(Feedback)
1. Seorang
manajer memberikan umpan balik kepada karyawannya setelah menyelesaikan
presentasi. Umpan balik positif yang diberikan adalah, "Presentasi Anda
sangat jelas dan terstruktur dengan baik, tetapi saya rasa Anda bisa
menambahkan data lebih banyak di bagian analisis untuk membuat argumen lebih
kuat." Umpan balik ini membangun rasa percaya diri karyawan dan memberikan
arahan untuk perbaikan.
2. Seorang
pelatih olahraga memberikan umpan balik kepada atlet setelah pertandingan.
"Kamu melakukan teknik yang bagus pada servis pertama, tetapi kamu perlu
berlatih untuk lebih konsisten dengan servis kedua agar lebih sulit diprediksi
oleh lawan." Umpan balik ini tidak hanya memberikan penghargaan atas
keberhasilan, tetapi juga mengarah pada perbaikan.
3. Dalam
sebuah sesi pelatihan, peserta memberikan umpan balik tentang materi yang
disampaikan, mengatakan bahwa ia merasa sulit memahami bagian tertentu. Pelatih
kemudian memberikan penjelasan ulang dengan cara yang lebih sederhana,
menggunakan contoh yang lebih mudah dipahami.
Prinsip Kontekstual dan Etika
Komunikasi
Prinsip kontekstual dalam
komunikasi mengacu pada pemahaman bahwa pesan yang disampaikan harus sesuai
dengan situasi, waktu, tempat, dan kondisi yang ada di sekitar komunikasi
tersebut berlangsung. Konteks komunikasi memainkan peran penting dalam bagaimana
pesan diterima dan dipahami. Menurut Schramm (1971), komunikasi tidak hanya
melibatkan pengirim dan penerima pesan, tetapi juga dipengaruhi oleh konteks
yang melingkupi proses komunikasi tersebut. Ini termasuk faktor sosial, budaya,
fisik, dan emosional yang dapat mempengaruhi cara pesan diterima. Oleh karena
itu, pengirim pesan harus mempertimbangkan konteks ini saat merumuskan pesan
agar pesan tersebut dapat diterima dan dipahami dengan tepat.
Konteks juga mempengaruhi cara
orang menyampaikan pesan, serta media atau saluran yang digunakan untuk
berkomunikasi. Grice (1975) menjelaskan bahwa dalam percakapan, relevansi dan
kesesuaian pesan sangat dipengaruhi oleh konteks. Pengirim pesan harus menyesuaikan
cara penyampaian pesan dengan situasi yang ada. Misalnya, pesan yang
disampaikan dalam konteks formal seperti rapat bisnis akan berbeda dengan pesan
yang disampaikan dalam konteks informal seperti percakapan santai antara teman.
Menyesuaikan pesan dengan konteks adalah kunci untuk menjaga komunikasi tetap
efektif dan menghindari kesalahpahaman.
Selain itu, Argyle (1975)
berpendapat bahwa dalam komunikasi non-verbal, konteks sangat mempengaruhi
makna yang diberikan pada ekspresi wajah, gerak tubuh, dan kontak mata. Sebagai
contoh, dalam beberapa budaya, kontak mata yang langsung bisa dianggap sopan
dan penuh perhatian, sedangkan di budaya lain, itu bisa dianggap sebagai bentuk
tantangan atau ketidaksopanan. Oleh karena itu, pemahaman terhadap konteks
sosial dan budaya sangat penting untuk memastikan pesan non-verbal diterima
dengan benar. Dalam komunikasi antarbudaya, memahami konteks adalah faktor
utama yang dapat menentukan keberhasilan atau kegagalan komunikasi.
Dalam konteks komunikasi
organisasi, kontekstual juga berperan penting dalam menentukan cara informasi
disampaikan dalam hierarki organisasi. Schramm (1971) menekankan bahwa dalam
organisasi, pengiriman pesan harus disesuaikan dengan posisi dan peran individu
yang terlibat. Misalnya, seorang manajer mungkin akan menyampaikan instruksi
dengan cara yang berbeda kepada seorang karyawan dibandingkan dengan cara yang
dia sampaikan kepada seorang rekan sejawat atau atasan. Mengetahui siapa yang
terlibat dalam komunikasi dan apa peran mereka dalam konteks organisasi adalah
langkah pertama untuk menyampaikan pesan yang tepat.
Contoh dalam Prinsip kontekstual
1. Dalam
sebuah pertemuan bisnis formal, seorang eksekutif menggunakan bahasa yang
sangat profesional dan menyampaikan argumennya dengan penuh fakta dan angka
untuk mendukung pandangannya. Sebaliknya, dalam pertemuan santai dengan teman,
ia menggunakan bahasa sehari-hari yang lebih informal dan menggunakan lebih
sedikit data.
2. Seorang
manajer di perusahaan multinasional yang memiliki karyawan dari berbagai latar
belakang budaya memahami bahwa cara berkomunikasi di antara rekan-rekannya akan
berbeda. Saat berkomunikasi dengan rekan kerja dari negara yang lebih terbuka,
dia mungkin lebih langsung, tetapi dengan rekan dari negara yang lebih
konservatif, ia akan lebih hati-hati dalam menyampaikan kritik atau umpan
balik.
3. Ketika
berbicara di depan audiens internasional, seorang pembicara mengubah cara
penyampaiannya dengan memperhatikan bahasa tubuh dan komunikasi non-verbal,
agar sesuai dengan norma budaya audiens tersebut, misalnya menghindari kontak
mata yang terlalu intens dengan audiens dari budaya yang lebih sopan.
Etika Komunikasi
Etika
komunikasi berkaitan dengan prinsip moral dan nilai yang mengatur bagaimana
pesan disampaikan dan diterima dalam suatu interaksi komunikasi. Etika
komunikasi melibatkan pertimbangan tentang kejujuran, keadilan, dan
penghormatan terhadap hak orang lain dalam proses pertukaran informasi. Menurut
Beauchamp dan Childress (2001), etika komunikasi mengharuskan individu untuk
berkomunikasi dengan integritas, transparansi, dan tanggung jawab, serta
menghindari manipulasi atau penyalahgunaan informasi untuk kepentingan pribadi.
Dalam konteks ini, etika komunikasi berfungsi untuk memastikan bahwa komunikasi
dilakukan dengan cara yang adil dan menghormati martabat serta hak individu
yang terlibat.
Salah satu
prinsip utama dalam etika komunikasi adalah kejujuran. Pengirim pesan harus
menyampaikan informasi dengan jujur, tanpa menyembunyikan fakta atau memberikan
informasi yang menyesatkan. Hal ini sesuai dengan prinsip yang dikemukakan oleh
Guffey dan Loewy (2010), yang menyatakan bahwa kejujuran dalam komunikasi
adalah dasar dari hubungan yang saling percaya, baik dalam komunikasi pribadi
maupun profesional. Menghindari kebohongan atau distorsi informasi sangat
penting untuk membangun kredibilitas dan hubungan yang sehat.
Etika
komunikasi juga mencakup penghormatan terhadap kerahasiaan dan privasi orang
lain. Dalam beberapa situasi, terutama dalam komunikasi bisnis atau komunikasi
medis, penting untuk menjaga kerahasiaan informasi yang tidak untuk
disebarluaskan. Beauchamp dan Childress (2001) menekankan bahwa pelanggaran
terhadap privasi atau pengungkapan informasi secara tidak sah dapat merusak
hubungan dan membawa konsekuensi hukum. Dalam hal ini, etika komunikasi
menuntut agar individu atau organisasi menjaga integritas dan kerahasiaan data
atau informasi yang diberikan oleh pihak lain.
Selain itu,
keadilan dalam komunikasi juga sangat penting. Pengirim pesan harus memastikan
bahwa pesan yang disampaikan tidak mendiskriminasi atau menyinggung pihak lain.
Menurut Grice (1975), prinsip kesetaraan ini penting dalam menjaga komunikasi
agar tetap adil dan terbuka bagi semua pihak yang terlibat. Komunikasi yang
adil tidak hanya memperhatikan pihak yang mengirim pesan, tetapi juga
menghormati hak-hak penerima pesan untuk diperlakukan dengan adil dan setara.
Hal ini mencakup menghindari penggunaan bahasa yang kasar, merendahkan, atau
diskriminatif yang dapat merugikan pihak lain.
Dalam
komunikasi organisasi, etika komunikasi memainkan peran penting dalam menjaga
reputasi perusahaan dan menciptakan lingkungan kerja yang sehat. Yukl (2006)
menekankan bahwa pemimpin yang mengedepankan etika komunikasi dapat menciptakan
budaya perusahaan yang transparan, jujur, dan penuh kepercayaan. Etika
komunikasi juga mempengaruhi hubungan antara manajer dan karyawan, serta dapat
meningkatkan motivasi dan kinerja tim. Pemimpin yang berkomunikasi dengan cara
yang etis akan mendapatkan loyalitas dan rasa hormat dari karyawan, yang pada
akhirnya berkontribusi pada keberhasilan organisasi.
Secara
keseluruhan, prinsip kontekstual dan etika komunikasi sangat penting untuk
menciptakan komunikasi yang efektif, adil, dan penuh penghormatan. Konteks
membantu kita untuk menyampaikan pesan dengan cara yang sesuai dengan situasi,
sedangkan etika komunikasi memastikan bahwa proses komunikasi tersebut
dilakukan dengan integritas, keadilan, dan rasa hormat terhadap orang lain.
Kedua prinsip ini bekerja bersama-sama untuk menciptakan komunikasi yang tidak
hanya efisien tetapi juga bertanggung jawab dan menghormati hak semua pihak
yang terlibat.
Contoh dalam Etika Komunikasi
1. Dalam
komunikasi bisnis, seorang manajer memberikan informasi yang jujur dan
transparan kepada timnya mengenai tantangan yang dihadapi perusahaan. Meskipun
informasi tersebut bisa membuat karyawan khawatir, manajer memilih untuk
memberikan informasi tersebut dengan cara yang jelas dan terbuka, menghargai
hak karyawan untuk mengetahui situasi yang sebenarnya.
2. Seorang
dokter berbicara dengan pasiennya tentang hasil tes medis dengan cara yang
penuh empati, menjaga privasi dan kerahasiaan pasien. Dia memastikan bahwa
pasien memahami hasil tes tersebut dan memberi kesempatan bagi pasien untuk
bertanya lebih lanjut, menunjukkan penghormatan terhadap otonomi pasien.
3. Dalam
rapat perusahaan, seorang anggota tim menyampaikan kritik terhadap proyek yang
sedang berjalan tanpa menggunakan bahasa yang merendahkan. Dia mengungkapkan
kritik dengan cara yang membangun, memberikan solusi, dan menyarankan perbaikan
yang bisa dilakukan oleh tim, menjaga etika dan hubungan profesional yang baik.
RANGKUMAN
Komunikasi
yang efektif bergantung kepada beberapa prinsip dasar. Pertama, komunikasi
harus jelas dan mudah difahami, dengan menghindari bahasa yang berbelit-belit
agar penerima pesan tidak salah tafsir. Kedua, komunikasi perlu dua arah, di
mana pengirim dan penerima pesan saling mendengarkan dan memberikan respon. Hal
ini penting untuk memastikan bahwa informasi yang disampaikan sampai dengan
baik dan dapat diterima dengan tepat. Selain itu, komunikasi harus sesuai
dengan konteks, baik dari segi budaya, situasi, maupun hubungan antara pengirim
dan penerima pesan.
Prinsip
ketiga adalah komunikasi harus konsisten dan terbuka. Informasi yang
bertentangan atau tersembunyi dapat menyebabkan kebingunguan atau
ketidakpercayaan. Keempat, komunikasi juga harus memperhatikan empati, di mana
pengirim pesan harus bisa merasakan dan memahami perasaan penerima untuk
menciptakan hubungan yang lebih baik. Terakhir, komunikasi harus menghormati
perbedaan individu, baik dari segi latar belakang, pemikiran, maupun
nilai-nilai yang dimiliki oleh masing-masing pihak. Dengan prinsip-prinsip ini,
komunikasi dapat berjalan dengan efektif dan membangun hubungan yang positif.
DAFTAR PERTANYAAN
- Apa dampak dari kurangnya kejelasan dalam
komunikasi di tempat kerja atau dalam hubungan profesional?
- Apa peran struktur dan pemilihan kata dalam
mencapai komunikasi yang jelas?
- Bagaimana cara umpan balik dapat meningkatkan
kinerja dan hubungan interpersonal di dalam organisasi?
- Apa contoh situasi di mana pemahaman terhadap
konteks sangat penting dalam komunikasi antarbudaya?
- Mengapa kejujuran adalah prinsip utama dalam
etika komunikasi?
- Bagaimana konteks mempengaruhi cara kita
menggunakan komunikasi verbal dan non-verbal?
- Apa tantangan yang dihadapi ketika memberikan
umpan balik, dan bagaimana cara memberikan umpan balik yang konstruktif?
- Bagaimana konteks sosial dan budaya mempengaruhi
cara kita berkomunikasi?
DAFTAR PUSTAKA
Argyle,
M. (1975). Bodily Communication. Methuen.
Berlo,
D. K. (1960). The Process of Communication. Holt, Rinehart and Winston.
Grice,
H. P. (1975). Logic and Conversation. In P. Cole & J. Morgan (Eds.), Syntax
and Semantics 3: Speech Acts. Academic Press.
Schramm,
W. (1971). The Process and Effects of Mass Communication. University of
Illinois Press.
Yukl,
G. (2006). Leadership in Organizations (6th ed.). Pearson Education.
Guffey,
M. E., & Loewy, D. (2010). Business Communication: Process and Product (7th
ed.). Cengage Learning.
Rosalinda,
Karneli Yeni, Sofelma 2024 Penerapan Filsafat Komunikasi Dalam Konseling
Ristekdik (Jurnal Bimbingan dan Konseling Vol 9 No. 4 Hal 615-620
Syifa,
Naili, F.2021.Filosofi, Konsep, dan Penggunaan Teknik Modeling Bimbingan
Kelompok dan Field Trip Industry. Jawa Timur : Pemeral Edukreatif
PROFIL
PENULIS
Dhea
Cahya Cyntia adalah seorang mahasiswa yang lahir di Dumai pada tanggal 17 Juli
2005. Saat ini, ia sedang menempuh pendidikan di Institut Agama Islam Tafaqquh
Fiddin Dumai (IAITF), di mana ia fokus pada studi keagamaan. Sebelumnya, Dhea
telah menempuh pendidikan di Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah yang terletak
di Rohil. Pendidikan yang ia jalani di pondok pesantren membentuknya menjadi
pribadi yang berakhlak mulia dan semakin mencintai ilmu agama.Sejak kecil, Dhea
memiliki cita-cita untuk menjadi seorang guru. Motto hidup Dhea adalah “Belajar
tanpa henti, tumbuh tanpa batas.” Dhea percaya bahwa pendidikan adalah kunci
untuk mencapai perubahan yang lebih baik dan memberikan manfaat bagi sesama.